JAKARTA – Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Sukoso mengatakan biaya sertifikasi halal untuk sementara masih mengacu pada standar yang diberlakukan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
”Penegasannya begini, keputusan Menteri Agama hanya mengatur, selama belum ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tarif layanan, maka biaya sertifikasi halal mengacu pada standar yang selama ini diberlakukan LPPOM,” kata Sukoso kemarin (6/12).
Dia mengatakan Kementerian Agama telah menerbitkan KMA Nomor 982 tentang Layanan Sertifikasi Halal. Dalam KMA itu mengatur standar biaya sertifikasi halal mengacu pada LPPOM sampai ada Keputusan Menteri Keuangan soal besaran tarif. Dalam KMA tersebut, kata dia, hanya mengatur tentang diskresi besaran tarif layanan sertifikasi halal, sembari menunggu terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK). “Jadi bukan berarti Kemenag mengembalikan mandat sertifikasi halal kepada MUI,” katanya.
Dia mengatakan KMA itu terbit sebagai diskresi agar layanan sertifikasi halal tetap berjalan dengan merujuk pada aturan besaran tarif yang selama ini diberlakukan oleh LPPOM MUI. Sebab, besaran tarif layanan sertifikat halal yang seharusnya dikeluarkan melalui Peraturan Kementerian Keuangan belum ditetapkan.
Sukoso mengatakan ada tiga pihak utama yang berperan dalam layanan sertifikasi halal, yaitu BPJPH, MUI dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). LPPOM MUI, kata dia, hanya salah satu dari LPH. Layanan sertifikasi itu sendiri mencakup pengajuan permohonan sertifikasi halal, pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, pengkajian ilmiah terhadap hasil pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, pelaksanaan sidang fatwa halal dan penerbitan sertifikasi halal.
Sukoso mengatakan peran ketiga pihak dalam layanan sertifikasi halal secara jelas sudah diatur dalam KMA 982. BPJPH berwenang dalam pengajuan permohonan dan penerbitan sertifikasi halal, serta MUI dalam pengkajian ilmiah dan pelaksanaan sidang fatwa halal.
Sedangkan LPH, kata dia, berwenang dalam pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk. “BPJPH juga mendorong berdirinya LPH-LPH baru sesuai amanat UU 33 tahun 2014. BPJPH saat ini sudah mendidik 226 calon Auditor Halal. Jika tiap LPH minimal tiga auditor, diharapkan ke depan akan bisa berdiri 79 LPH,” kata dia.
BPJPH, kata dia, juga terus mengembangkan Sistem Informasi dan Manajemen Halal serta mensinergikan dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kemenag. “Azas transparansi dan good governance tentu menjadi landasan dalam pelaksanaan layanan sertifikasi halal ini,” kata dia.
Terpisah, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, sudah banyak negara berkembang dan maju mengadopsi konsep sertifikasi halal yang diterapkan pemerintah selama ini. Salah satunya Lembaga Sertifikasi Halal Amerika (ISWA Halal Certification Department).
”Pimpinan ISWA Habib A Ghanim pernah membicarakan hal ini dengan kami. Mereka ingin menjajaki kemungkinan sinergi dengan Kemenag dalam sertifikasi halal. ISWA Halal berharap agar sertifikasi yang dilakukannya mendapat pengakuan dari Indonesia. Tentu kita dapat support anda. Kita akan lakukan yang terbaik untuk anda,” sambungnya.
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi BPJH Kementerian Agama Mastuki menambahkan, kerjasama dengan beberapa negara tengah dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Ini dimaksudkan untuk pengakuan hasil sertifikasi dari kedua belah pihak. “Hasil dari produk yang telah disertifikasi oleh Indonesia juga bisa masuk ke negara lain,” ungkap Mastuki.